WHEN I FIND MY PEACE OF MIND, I'M GONNA GIVE YOU SOME OF MY GOOD TIME

Friday, September 26, 2008

Sabtu, 7 Juni 2008

PROLOG

Nama saya Taufik Rahman bin Mahlan, asal Tangerang. Pada awal tahun 83 diperkenalkan dengan seorang gadis asal Banjarmasin, bernama Gusti Rifanah binti Gusti Hormansyah. Enam bulan setelah berkenalan kami menikah di Masjid Sunda Kelapa Jakarta.

Tak sampai setahun, istri saya melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi ini prematur 2 minggu, karena ketubannya pecah ketika sang ibu sedang menyapu halaman di rumah kontrakan. Ia tak bernama selama beberapa hari, sampai petugas kelurahan Tebet memaksa. "Bagaimana mau dibikinkan akte," katanya, "kalau bayinya belum dikasih nama." Anak itu kemudian diberi nama Arief Maulana Rahman.

Tiga setengah tahun kemudian sang adik matang dalam kandungan, tapi susah sekali lahirnya. Sudah tiga hari diusahakan oleh dokter dengan obat, infus, dan tangis iba para suster, ditunggui oleh para paman dan tante, sang adik tak mau keluar juga. Akhirnya, sang adik lahir dengan cara yang sama dengan kakaknya: dipecah ketubannya. Lahir bulat dan merah, 4 kg, perempuan, bertompel di lengan kiri, segera diberi nama Rista Maulani Rahman.

Kakak dan adik ini, alhamdulillah, sekarang telah dewasa.

MONOLOG

Arief,

Kamu belum tahu bahwa dulu, ibumu kepingin anak pertamanya perempuan. Alasannya, anak perempuan bisa didandani, sedangkan anak lelaki pasti nakal dan bandel.

Pendapat ibumu ini kemudian banyak yang terbukti.

1. Yang pertama: di Sungai Jingah, Banjarmasin, di rumah Nenek. Umurmu belum lagi genap 2 tahun, dan pertama kali ke rumah Nenek Sungai Jingah. Begitu naik ke rumah panggung, kamu lari ke dapur, berdiri terpesona memandangi sebuah benda terbuat dari gerabah, yang baru pertama kali kamu lihat. Gentong, tempat air minum, dengan tutup dari papan. Kami lihat kamu mendorong tutupnya dan melongok ke dalam gentong. Tak ada masalah, jadi kami mulai mengobrol di ruang tengah. Tak lama, ibumu sadar kalau ada yang salah, karena kamu tenang terlalu lama, dan masih saja melongok ke dalam gentong. Ternyata satu sendal nenek sudah berenang dalam gentong, dan kamu siap meluncurkan yang satu lagi.

2. Di Banjarmasin, di rumah panggung Tante yang dibangun di atas rawa. Sepupumu yang mau kuliah mendapati kotak pensilnya kosong di tanganmu. Semua isinya sudah pindah ke kolong rumah, kamu ceploskan lewat sela-sela lantai papan. Beberapa masih mengambang di atas lumpur. Kamu menyeringai saja, tak paham betapa frustrasinya sepupumu.

3. Ketika adikmu lahir, pada hari ke-tiga kamu menyatakan menolak mengakui dia adikmu. Hari ke-empat, kamu melarang kami membawa adik pulang. Kamu bilang, ini anak suster. Ade masih dalam perut Mama. Selama beberapa hari kami mewaspadaimu, kalau-kalau kamu menyakiti Ade. Ternyata tidak. Kamu malah tanya, kapan bisa main sama Ade. Soalnya, Ade tidur melulu.

4. Masuk TK, kamu gak mau masuk ke kelas yang ditentukan. Kamu memilih kelas yang ibu gurunya lebih cantik. Tapi di kelas, pekerjaanmu keluyuran dari meja ke meja, mengganggu kawan-kawanmu. Kebiasaan ini terbawa terus sampai SD, sampai gurumu mengadu kepada Mama. Papa gak tahu apa tindakan Mama kepadamu.

5. Masih di TK, suatu pagi. Di jalan menuju sekolah kamu cemberut terus, duduk menyender di kursi. Biasanya kamu berdiri dengan jidat menempel di jendela, tanya ini itu, apa yang kamu lihat di pinggir jalan. Ketika hampir tiba di sekolah, kamu tanya: "Papa, air sama api menang mana?" Papa baru mau menjawab: "Tergantung apinya sebesar apa", tapi kamu sudah menjawab sendiri sambil turun dan lari dari mobil: "Nanti di neraka bawa air aja yang banyak". Papa segera menelepon ibumu, untuk cari tahu, ibu guru cerita apa soal neraka.

6. Di Tangerang beberapa orang sepupumu sampai sekarang pasti masih merasakan sakitnya disulut obat nyamuk. Papa hanya mengingatkan, apakah kamu sudah minta maaf?

7. Bahkan ketika de Rista belum lagi bisa bicara, karena Ade memang agak terlambat bicara lantaran ngedot, kamu dan Ade sudah jadi tim yang cukup menjengkelkan.

Di Surabaya, ikan-ikan pamanmu mati karena air akuariumnya berubah jadi lumpur. Kamu bilang Ade yang kasih makan ikan kebanyakan. Ade sih diam saja, karena dia lebih suka ngedot daripada membela diri. Tapi Ade menunjuk-nunjuk kamu.

8. Siapa yang memasukkan sumpit ke dalam lubang kunci kamar Tante, lalu mematahkannya? Ade belum cukup tinggi untuk mencapai lubang kunci.

9. Kamu juga yang selalu memanggil-manggil Ade dan mengajaknya menghisap puntung rokok dan meminum sisa minuman yang baru ditinggalkan tamu. Ibumu sudah kehilangan akal untuk menghentikan kebiasaanmu ini.

10. Kamu hilang di Pantai Kuta. Ibumu mencari kesana kemari sambil menggendong Ade, bertanya kepada satpam dan petugas pantai, kalau-kalau melihat anak kecil kerempeng bercelana renang biru. Capek dan bingung, ibumu kembali ke kamar, mau menelepon Papa yang lagi bekerja di Karangasem. Ternyata kamu lagi duduk bengong di teras kamar, kedinginan. Waktu itu kamu gak mau cerita kalau terseret ombak dan menepi di tempat yang agak jauh, dan tak menemukan Mama di tempat semula, karena Mama sedang kesana kemari mencarimu.

11. Ketika de Rista tidak lagi ngedot, terjadilah kenaikan tingkat kebisingan secara signifikan di rumah, baik yang berasal dari dua monster kecil bernama Arief dan Rista, maupun dari monster besar yang kalian panggil Mama. Tentu saja Ade belum bisa disalahkan, karena jauh lebih kecil. Kalau ada keributan, pasti karena Kakak tak mau mengalah. Dan kalian tak pernah gagal bikin keributan, kecuali salah satu, atau dua-duanya, sedang sakit.

Sekarang Papa akui, memang, sebenarnya Papa dan Mama tidak pernah benar-benar berniat memperlakukan kalian dengan adil. Kami membela dan menyalahkan kalian secara bergantian, karena kalian sendiri tak perduli siapa salah siapa benar. Lagian, sekejap setelah kalian akur, ribut lagi.

Papa dan Mama bukan pencari keadilan. Kami hanya ingin rumah kita tenang.

Keributan kamu dan Ade tiba-tiba saja berhenti ketika kamu naik kelas 6 SD. Apakah kalian sekarang sudah punya pakta perdamaian, Papa dan Mama tidak tahu. Tapi, teruslah begitu. Kami bahagia.

12. Di SMP, kamu dihukum karena mengaku menggambar sesuatu yang tidak senonoh pada sepotong kertas, meremasnya, lalu mengedarkannya di kelas selagi pelajaran masih berlangsung. Apa gambarnya, gurumu pun gak mau bilang.

Di SMU tidak ada catatan kenakalan, mungkin karena penghuni asrama lainnya jauh lebih nakal. Tapi ada pengakuan dan bukti bahwa kamu tertinggal dalam pelajaran bahasa Arab, dan selalu ngantuk pada kelas pagi.

Arief,

Dulu, sekalipun Papa disekolahkan di madrasah ibtidaiyah, Papa tidak banyak membaca dan mempelajari al Quran. Seandainya Papa tidak pernah ditunjuk jadi ketua mesjid, mungkin Papa akan semakin jarang saja membaca al Quran. Semoga Allah memberkati orang-orang yang waktu itu memaksa Papa beraktivitas di masjid. Karena merekalah, sekarang, satu dua ayat Papa tahu.

Berikut, Papa akan mengutip beberapa ayat mengenai harta, anak-anak, dan istri.

Ada dua ayat yang praktis sama maknanya.

Yang pertama:

Surat 8 (Al Anfaal), ayat 28. Dan ketahuilah sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan dan sesungguhnya Allah di sisi-Nya ada pahala yang besar.

Yang ke-dua adalah ayat 15 dari surat At Taghaabun (64):

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan. Dan Allah di sisi-Nya ada pahala yang besar.

Sedangkan ayat berikut ini adalah peringatan bagi para lelaki, ayat 14 surat At Taghaabun juga:

Hai para lelaki mukmin, sesungguhnya di antara istri-istri kalian dan anak-anak kalian ada yang merupakan musuh kalian
Maka berhati-hatilah terhadap mereka
dan jika kamu memaafkan dan berhati lapang dan mengampuni
Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha Penyayang

Carilah sendiri tafsirnya. Ini kan bukan khotbah.

Arief,

Kamu dan adikmu benar-benar merupakan ujian bagi kami, ayah dan ibumu. Yang dimaksud dengan ujian di sini adalah:

1. Mungkin kami terlalu mencintai kalian. Selalu khawatir, melarang ini dan itu, tidak selalu mengabulkan apa yang kalian kehendaki. Atau sebaliknya, berusaha keras memenuhi permintaan kalian, sehingga ada pihak-pihak yang terganggu karenanya. Misalnya menyerobot antrian supaya tidak terlambat menjemput kalian.
2. Ada saatnya kalian benar-benar menjengkelkan, menguji kesabaran dan ketabahan kami, dan orang-orang yang mengunjungi rumah kita, atau orang-orang yang kita kunjungi. Yang ini tadi sudah diceritakan.

Arief,

Hari ini sanak saudara dan handai taulan berkumpul untuk menyaksikan kamu menjalani suatu tradisi yang insya Allah baik, yakni khataman al Quran, sebelum besok kamu menikahi seorang perempuan, Sasha Bellina Munawar, yang Papa, Mama, dan Ade juga senang kepadanya.

Semoga kamu benar-benar telah mencicil membaca al Quran sejak beberapa hari yang lalu dari surat pertama, dan sebentar lagi kamu akan selesaikan beberapa surat terakhir. FYI, Papa pernah berhasil mengkhatamkan al Quran dalam satu bulan Ramadan, selagi masih aktif di masjid dulu. Prestasi itu belum bisa Papa ulangi.

Hari-harimu akan berubah mulai besok. Tanggung jawab dan duniamu bertambah. Selain keluarga dan karir, besok, insya Allah, bertambah dengan rumah tangga. Rumah tanggamu sendiri. Dan kamu segera akan mengalami ujian yang sama yang selama ini Papa dan Mama alami, yakni: harta dan, insya Allah, anak-anak.

EPILOG, informasi untuk hadirin

Arief kuliah di tempat ayahnya dulu kuliah, bahkan pada jurusan dan subjurusan yang sama pula: elektro telekomunikasi. Seperti bapaknya juga, pekerjaan Arief sekarang kelihatannya sedikit sekali hubungannya dengan apa yang dipelajari di bangku kuliah. Tak apalah.

Tetapi ibunya selalu membanggakan diri kepada orang-orang bahwa di rumah ia punya dua anak elektro. Tapi, katanya, dua-duanya pemalas.

_________________

Al Baqarah 128. Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang mengikuti perintah-Mu, dan jadikanlah anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami manasik bagi kami, dan ampunilah kami. Engkau Maha Pengampun Maha Penyayang.

Al Furqaan 74. Wahai Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami, istri-istri kami, dan keturunan kami, penyejuk hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.

Al Baqarah 286. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau beri kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami dari kaum yang kafir.

3 Comments:

Blogger Chaidir said...

Subhanallah..
kisah yang lucu, menarik dan sangat mendidik.

Nasehat yang sangat bagus dari seorang ayah yang akan 'melepas' anaknya menuju bahtera rumah tangga.

Selamat ya, Rif...

semoga kami (yg belum) bisa cepat menyusul :)

9:04 AM

 
Anonymous Anonymous said...

gw lagi nyari2 blog anak IC517, sampe ke blog lu deh...
wah lu dikasih wejangan gt ma bokap lu, lucu, kok track record di sma gak ada rief? hahaha...

8:05 PM

 
Blogger adAM~ said...

Hehehe, bgus tuh kisah monologue nya..
Berbagi cerita, berbagi inspirasi.
Oom, slam knal ya. Dr sya yg bru memulai lg ngeblog nya.
Main jga ya ke blog sya di http://ideawords.blogspot.com
Makasih..

11:27 PM

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home